Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar orang lain mau mendukung ide dan pemikiran Anda, terutama di dalam lingkungan kerja yang mana penuh dengan persaingan untuk menjadi yang terbaik
Sudah sewajarnya apabila bekerja di sebuah perusahaan maka Anda dituntut untuk menelurkan ide-ide baru yang bisa menguntungkan perusahaan, baik secara profit maupun imej. Perusahaan sudah menggaji Anda dan tentunya pihak manajemen berharap kalau Anda tidak sekedar bekerja sesuai bayaran saja, namun juga bisa memberikan servis yang melebihi ekspektasi mereka. Tentu sekilas ini terlihat seperti tidak fair, Anda merasa bahwa gaji Anda tidak naik secara signifikan setiap tahun tapi perusahaan menuntut kualitas pekerjaan
yang meningkat. Namun jika dilihat dari sisi pengembangan diri, tentu tuntutan semacam ini menjadi pemicu Anda untuk terus meningkatkan kualitas dan kompetensi profesionalitas dalam bidang Anda. Kelak nanti Anda akan dibayar mahal untuk itu.
Berangkat dari keingingan untuk memberikan ide terbaik bagi kemajuan perusahaan, sayangnya tidak semua orang mampu (baca: piawai) dalam memasarkan idenya. Terkadang bukan karena inovasi yang ditawarkan tidak bagus atau tidak membumi, melainkan cara “menjual” ide itu yang kurang optimal. Betapa banyaknya orang-orang cerdas dan kreatif yang akhirnya keluar dari perusahaan karena merasa idenya tidak dihargai. Baru-baru ini Indonesia pun kehilangan sosok inovator yang berhasil menemukan jaket yang bisa membunuh sel-sel kanker. Dr. Warsito, ilmuwan kebanggaan Indonesia itu pun akhirnya “rela” dibajak Singapura untuk mematenkan produknya dan melakukan penelitian ulang. Pemerintah tidak mengapresiasi karya anak bangsa sehingga orang-orang seperti Warsito akhirnya “dibeli” oleh negara lain.
Pun demikian pula di dunia profesional. Kurangnya penghargaan perusahaan terhadap ide brilian para pekerjanya bisa membuat karyawan tersebut merasa tidak dihargai, dan ini membuka peluang bagi perusahaan kompetitor untuk menawarkan untuk bekerja di perusahaannya. Dan ini lazim terjadi di industri mana pun, baik teknologi, gaya hidup, properti, fast moving consumer goods, dan lainnya.
Bagi Anda yang ingin menjual ide ke pihak manajemen, sebelum melakukannya pelajari dulu tips berikut ini:
Elevator pitch
Ini adalah cara Anda menjual ide dalam waktu kurang dari 30 detik. Setiap orang, khususnya bos Anda, pasti punya waktu yang sangat terbatas. Daripada mendengarkan Anda menyampaikan sebuah ide selama beberapa menit, mereka lebih memilih tidak membuang waktu berharganya. Karena itu, Anda-lah yang harus mampu menjelaskan secara ringkas kurang dari 30 detik tentang ide Anda. Persis seperti sedang berada di elevator atau lift yang memang hanya sebentar. Baru-baru ini, perusahaan aplikasi transportasi berbasis di San Fransisco, UBER, menyelenggarakan kontes untuk start-up mencari investor. Para starts-up ini memesan UBER dari Pasific Place, Jakarta dengan kode tertentu. Di dalam kendaraan UBER yang menjemput mereka sudah diisi oelh calon investor. Mobil ini hanya memutar maksimal dua kali putaran mengelilingi Pasific Place, kurang lebih lima menit. Maka pemilik bisnis rintisan digital itu harus mampu memanfaatkan waktu yang terbatas itu untuk melakukan elevator pitch
untuk membuat calon investor tertarik untuk menggelontorkan dananya.
Perkuat denga data penelitian
Ingatlah selalu bahwa ide secanggih apapun kalau tidak didukung oleh data hanya akan menjadi sebuah asumsi, dan pihak manajemen tidak terlalu menyukai asumsi. Usahakan sebelum menggelontorkan ide, Anda melakukan riset terlebih dulu melalui buku, majalah, internet, atau lembaga riset yang merilis hasil penelitiannya untuk publik. Biasanya majalah yang berkaitan dengan bisnis sering menyajikan hasil riset kuantitatif mereka. Gunakan data tersebut untuk memperkuat argumentasi dan ide Anda. Semakin banyak, semakin bagus.
Antisipasi pertanyaan
Seringkali ide yang disampaikan bukan saja belum matang, namun juga masih sangat mentah. Ibarat buah mangga, warnanya masih sangat pucat. Ciri-ciri bahwa ide masih mentah adalah ketika Anda tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti: mengapa kami harus merealisasikan ide Anda? Apa manfaat finansial bagi perusahaan kalau memakai ide Anda? Apakah kompetitor kita tidak melakukan apa yang Anda tawarkan kepada kami? Apa jaminan bahwa ide Anda ini bisa menguntungkan perusahaan? Dan pertanyaan-pertanyaan “mematikan” lainnya.
Lihat momentum
Ide brilian harus disampaikan pada saat momentum yang tepat. Kalau perusahaan saat ini sedang membahas tentang produk X, jangan bahas ide tentang produk Y. Kalau saat ini fokus perusahaan adalah mengurangi biaya operasional, jangan tawarkan ide tentang perluasan pangsa pasar. Kalau pihak manajemen sedang “pusing” memikirkan produk baru apa yang bisa diterima pasar, jangan diskusikan ide tentang desain kemasan. Perhatikan waktu-waktu yang tepat agar ide Anda mendapat tanggapan yang positif dari para dewan direksi.
Selamat berinovasi!