Di tahun 2019 lalu, Bali menempati peringkat pertama se-Asia Tenggara karena memiliki lebih dari 4 ribu digital nomads. Apa itu digital nomads?
Bali identik dengan liburan, santai dan bebas dari beban pekerjaan. Bahkan jika stress dan pusing dengan permasalahan hidup terutama pekerjaan, lebih baik menyingkir dahulu ke Bali. Belum dapat dibayangkan jika Bali menjadi tempat untuk bekerja ketika secara administrasi pekerjaan kita berada di luar Bali.
Namun kenyataan berbicara lain, ternyata selama ini sudah banyak yang memanfaatkan Bali sebagai lokasi untuk bekerja walaupun kamu-kamu ternyata bukan orang Bali. Di tahun 2019 lalu, Bali menempati peringkat pertama di Asia Tenggara karena memiliki lebih dari 5,000 digital nomads. Sedangkan peringkat kedua ditempati oleh Chiang Mai (Thailand) dengan seribu lebih digital nomads.
Digital nomads? Ya, kamu-kamu yang bekerja secara digital dan tidak terkungkung oleh tembok kantor sehingga dapat bekerja jarak jauh disebut digital nomads. Sedangkan lokasi atau kota yang dapat disematkan untuk kamu-kamu yang bekerja sebagai digital nomads biasa disebut Zoom Islands.
Tentunya bukan yang mudah untuk menjadikan Bali sebagai Zoom Islands, karena untuk mencapai kategori dan kapasitas sebagai Zoom Islands maka Bali harus berbenah untuk dapat menjadikannya lokasi yang mumpuni bagi para digital nomads tersebut.
Beberapa variabel yang perlu dibenahi Bali agar menjadi Zoom Islands antara lain:
Kecepatan, kapasitas, dan keandalan sambungan internet penting bagi performa kerja. Kecepatan rata-rata sambungan internet lewat kabel di Indonesia adalah 23.32 Mbps, jauh dibawah rata-rata global 96.43 Mbps.
Kecepatan internet di jaringan mobile 17.26 Mbps, masih di bawah rata-rata global 42.70 Mbps.
Sebagai perbandingan, Thailand memiliki kecepatan internet kabel 308.35 Mbps dan internet mobile 51.75 Mbps.
Disamping kecepatan internet, maka area coverage harus merata hampir di seluruh Pulau Bali karena seluruh bagian Bali merupakan area yang sangat menarik untuk dapat dinikmati bagi para pekerja digital tersebut, baik dari alam (pantai, pegunungan, hutan, dan kota), budaya dan bahkan kepolosan masyarakat Bali yang belum terexpose dengan modernisasi menjadi hal-hal yang juga diinginkan oleh para pendatang.
Dengan situasi dunia yang masih direpotkan dengan pandemi Covid-19, maka tingkat keterpaparan Covid-19 harus dapat ditekan seminimal mungkin sehingga para pekerja yang berdatangan di Bali meyakini bahwa Bali aman dan terkendali dalam penanganan Covid-19 tersebut. Untuk hal tersebut di samping Prokes yang ketat, maka tingkat Vaksinasi perlu dicapai semaksimal mungkin. Data per Juli 2021, Vaksinasi di Bali baru mencapai 60% dari tingkatan ideal 85% masyarakatnya harus sudah mendapatkan Vaksinasi lengkap.
Kewajiban untuk keluar dan masuk lagi ke Indonesia setiap 30 hari untuk memperbaharui visa turis sangatlah merepotkan dan mahal. Pekerja jarak jauh dan pemberi kerja tidak akan tertarik membayar biaya terbang keluar-masuk Indonesia setiap bulan akibat batasan visa. Adanya biaya ini juga mengurangi pengeluaran harian yang mereka lakukan di dalam ekonomi Indonesia.
Pada Oktober tahun lalu, pemerintah Indonesia memperkenalkan kebijakan baru yang memperbolehkan pensiunan untuk tinggal di Indonesia dalam kategori baru tinggal sementara (pemegang KITAS). Kebijakan ini perlu diperluas juga untuk mencakup pekerja jarak jauh.
Para pekerja digital nomads biasanya berada di Bali sebagai individu perorangan maupun turis yang menjamin dirinya sendiri yang belum termasuk dalam kebijakan pemerintah tersebut. Mereka-mereka harus menggunakan visa turis yang tidak sesuai dengan tujuan mereka sebagai digital nomads.
Indonesia pada umumnya dan Bali khususnya harus berani mengambil kebijakan untuk membatasi siapa yang akan memperoleh kemudahan dalam kebijakan Zoom Islands tersebut. Tentunya semua jenis pekerjaan dan usaha boleh masuk di Bali. Pada saat ini lebih baik fokus kepada jenis pekerjaan yang masuk kategori STEAM yakni Science, Technology, Engineering, Arts dan Math. Mengapa?
Karena bidang-bidang inilah yang secara tidak langsung sangat diperlukan bagi Indonesia untuk masa yang akan datang, terutama dari Generasi Y (Milenial).
Disamping kebijakan dan kemudahan berusaha di Bali, tentunya Pemerintah Indonesia dan juga Bali khususnya harus berani memberikan insentif kepada mereka-mereka yang bersedia bekerja dan tinggal di Bali, misalnya saja perumahan yang disubsidi, proses transfer kerja yang mudah dan murah, serta minimal gaji yang bebas pajak sehingga pekerja baik lokal dan asing merasa nyaman dan memberikan pendapatan yang signifikan.
Bagaimana? Kamu tertarik untuk menjadi digital nomads?
#HiredToday #HiredTodayIsYourFriend